Puisiini merupakan puisi terakhir Soe Hok Gie Sebelum iya pergi mendaki ke Gunung Semeru bersama kawan- kawannya dan dia meninggal di ketinggian 3.676 Mdp
BahkanSoe Hok Gie secara khusus membuat puisi tentang Pangrango dan Mandalawangi, yang sebagian bunyinya : Aku cinta padamu, Pangrango yang dingin dan sepi, Sungaimu adalah nyanyian keabadian tentang tiada, Hutanmu adalah misteri segala Soe Hok Gie. Pesona Mandalawangi semakin mencengkeram para pemujanya karena di lembah ini terhampar
SoeHok Gie (lahir di Djakarta, 17 Desember 1942 - meninggal di Gunung Semeru, 16 Desember 1969 pada umur 26 tahun) adalah salah seorang aktivis Indonesia dan mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Indonesia Jurusan Sejarah tahun 1962-1969. Soe Hok Gie menamatkan pendidikan SMA di Kolese Kanisius.
KumpulanPuisi Soe Hok Gie Siapa yang tidak kenal nama Soe Hok Gie ? Soe Hok Gie yang lahir pada 17 Desember 1942 dan kembali ke pangkuan sang kuasa di Gunung Semeru pada tahun 1969, tepat sehari sebelum hari ulang tahunnya yang ke 27. MANDALAWANGI-PANGRANGO. Senja ini, ketika matahari turun kedalam jurang2mu
GunungPangrango yang berkertinggian 3.019 Mdpl di Jawa Barat adalah sebuah gunung yang menjadi bagian dari perjalanan hidup dari Soe Hok Gie. Karena terpesonanya dengan Gunung Pangrango, sebaris puisi pun tercipta yang terbait dengan kata - kata penuh cinta pada Pangrango. Gunung Pangrango yang merupakan satu rangkaian dengan Gunung Gede memiliki beberapa jalur pendakian. Jalur - jalurnya adalah
Sebuahpuisi tentang Lembah Kasih, Lembah Mandalawangi Soe Hok Gie (duduk di altar) bersama teman-temannya Puncak Gunung Pangrango. (sumber: google.com) Mandalawangi-Pangrango Senja ini, ketika matahari turun Ke dalam jurang-jurangmu Aku datang kembali Ke dalam ribaanmu, dalam sepimu Dan dalam dinginmu
OBOurZp. Tidak diketahui secara pasti berapa jumlah puisi Soe Hok-Gie, berapa puisi yang sudah dipublikasikan, belum dipublikasikan, atau apakah puisi hanya menjadi selingan dari catatan hariannya. Ada kabar menyebutkan bahwa sajak dan puisi karya Soe Hok-Gie jumlahnya mencapai puluhan judul dan ada kabar yang menyebutkan pula sajak-sajak tersebut kini dalam proses penyusunan untuk dijadikan sebuah buku kecil. Hal ini wajar karena Soe Hok-Gie memang akrab dengan berbagai penyair seperti Taufik Ismail, WS Rendra maupun Satyagraha Hoerip. Di sini kami hanya memberikan cuplikan beberapa judul puisi Soe Hok-Gie, sebagai berikut 1. Kepada Pejuang-Pejuang Lama Soe Hok-Gie, 1965 Kepada Pejuang-Pejuang Lama Biarlah mereka yang ingin dapat mobil, mendapatnya. Biarlah mereka yang ingin dapat rumah, mengambilnya. Dan datanglah kau manusia-manusia Yang dahulu menolak, karena takut ataupun ragu. Dan kita, para pejuang lama Yang telah membawa kapal ini keluar dari badai Yang berani menempuh gelombang padahal pelaut-pelaut lain takut kau tentu masih ingat suara-suara di belakang⦠āmereka gilaā Hai, kawan-kawan pejuang lama. Angkat beban-beban tua, sandal-sandal kita, sepeda-sepeda kita Buku-buku kita ataupun sisa-sisa makanan kita Dan tinggalkan kenang-kenangan dan kejujuran kita Mungkin kita ragu sebentar ya, kita yang dahulu membina Kapal tua ini Di tengah gelombang, ya kita betah dan cinta padanya Tempat kita, petualang-petualang masa depan akan pemberontak-pemberontak rakyat Di sana⦠Di tengah rakyat, membina kapal-kapal baru untuk tempuh gelombang baru. Ayo, mari kita tinggalkan kapal ini Biarlah mereka yang ingin pangkat menjabatnya Biarlah mereka yang ingin mobil mendapatnya Biarlah mereka yang ingin rumah mengambilnya. Ayo. Laut masih luas. dan bagi pemberontak-pemberontak Tak ada tempat di kapal iniā. *teks sudah disesuaikan dengan EYD 2. Sebuah Tanya Soe Hok-Gie, 1 April 1969 Sebuah Tanya Akhirnya semua akan tiba Pada suatu hari yang biasa Pada suatu ketika yang telah lama kita ketahui Apakah kau masih berbicara selembut dahulu Memintaku minum susu dan tidur yang lelap? Sambil membenarkan letak leher kemejaku kabut tipis pun turun pelan-pelan di lembah kasih, lembah mendalawangi kau dan aku tegak berdiri melihat hutan-hutan yang menjadi suram meresapi belaian angin yang menjadi dingin apakah kau masih membelaiku semesra dahulu ketika kudekap kau dekaplah lebih mesra, lebih dekat lampu-lampu berkelipan di Jakarta yang sepi Kota kita berdua, yang tua dan terlena dalam mimpinya Kau dan aku berbicara Tanpa kata, tanpa suara Ketika malam yang basah menyelimuti Jakarta kita Apakah kau masih akan berkata Kudengar derap jantungmu Kita begitu berbeda dalam semua Kecuali dalam cinta hari pun menjadi malam Kulihat semuanya menjadi muram Wajah-wajah yang tidak kita kenal berbicara Dalam bahasa yang kita tidak mengerti Seperti kabut pagi itu Manisku, aku akan jalan terus Membawa kenang-kenangan dan harapan-harapan bersama hidup yang begitu biru. 3. Tentang Kemerdekaan Tentang Kemerdekaan Kita semua adalah orang yang berjalan dalam barisan yang tak pernah berakhir, kebetulan kau baris di muka dan aku di tengah dan adik-adikku di belakang tapi satu tugas kita semua. menanamkan benih-benih kejantanan yang telah kau rintis ā¦.. Kita semua adalah alat dari arus sejarah yang besar Kita adalah alat dari derap kemajuan semua; Dan dalam berjuang kemerdekaan begitu mesra berdegup Seperti juga perjalanan di sisi penjara Kemerdekaan bukanlah soal orang-orang yang iseng dan pembosan Kemerdekaan adalah keberanian untuk berjuang Dalam derapnya, dalam desasnya, dalam raungnya kita Adalah manusia merdeka Dalam matinya kita semua adalah manusia terbebas. Soe Hok-Gie 4. Mandalawangi-Pangrango Mandalawangi-Pangrango Sendja ini, ketika matahari turun Ke dalam djurang-djurang mu Aku datang kembali ke dalam ribaanmu, di dalam sepimu dan dalam dinginnya walaupun setiap orang berbitjara tentang manfaat dan guna aku bicara padamu tentang tjinta dan keindahan dan aku terima kau dalam keberadaanmu seperti kau terima daku aku tjinta padamu. Pangrango jang dingin dan sepi sungaimu adalah njanjian keabadian tentang tiada hutanmu adalah misteri segala tjintamu dan tjintaku adalah kebisuan semesta malam itu ketika dingin dan kebisuan menjelimuti Mandalawangi kau datang kembali dan bitjara padaku tentang kehampaan semua āhidup adalah soal keberanian. Menghadapi jang tanda tanja Tanpa kita bisa mengerti, tanpa kita bisa menawar Terimalah, dan hadapilahā Dan antara ransel-ransel kosong Dan api unggun jang membara Aku terima itu semua Melampaui batas-batas hutanmu. Melampaui batas-batas djurangmu Aku tjinta padamu Pangrango Karena aku tjinta pada keberanian hidup. 5. Pesan Nukilan penting dalam puisi Soe Hok-Gie dari Sinar Harapan, 18 Agustus 1973, yang berjudul Pesanā, sebagai berikut. Pesan Hari aku lihat kembali Wajah-wajah halus yang keras Yang berbicara tentang kemerdekaan Dan demokrasi Dan bercita-cita Menggulingkan tiran Aku mengenali mereka Yang tanpa tentara Mau berperang melawan diktaktor Dan yang tanpa uang Mau memberantas korupsi Kawan-kawan Kuberikan padamu cintaku Dan maukah kau berjabat tangan Selalu dalam hidup ini? 6. Hidup Soe Hok-Gie, 5 Januari 1962 Hidup Terasa pendeknya hidup memandang sejarah Tapi terasa panjangnya karena derita Maut, tempat penghentian terakhir Nikmat datangnya dan selalu diberi salam. 7. Puisi Soe Hok-Gie Lainnya Dan beberapa puisi Soe Hok-Gie lainnya yang tak diberi judul yang bisa kita lihat dalam buku catatan hariannya atau dalam beberapa buku yang mengupas Soe Hok-Gie. āBiarlah mereka yang ingin dapat mobil, mendapatnya. Biarlah mereka yang ingin dapat rumah, mengambilnya. Dan datanglah kau manusia-manusia Yang dahulu menolak, karena takut ataupun ragu. Dan kita, para pejuang lama. Yang telah membawa kapal ini keluar dari badai.ā āHidup adalah soal keberanian, menghadapi jang tanda tanja, tanpa bisa kita mengerti, tanpa bisa kita menawar, terimalah dan hadapilahā Soe Hok-Gie
Gambar7028Apakah Anda mencari gambar tentang Puisi Soe Hok Gie? Terdapat 52 Koleksi Gambar berkaitan dengan Puisi Soe Hok Gie, File yang di unggah terdiri dari berbagai macam ukuran dan cocok digunakan untuk Desktop PC, Tablet, Ipad, Iphone, Android dan Lainnya. Silahkan lihat koleksi gambar lainnya dibawah ini untuk menemukan gambar yang sesuai dengan kebutuhan anda. Lisensi GambarGambar bebas untuk digunakan digunakan secara komersil dan diperlukan atribusi dan retribusi.
Sebuah puisi tentang Lembah Kasih, Lembah Mandalawangi Soe Hok Gie duduk di altar bersama teman-temannya Puncak Gunung Pangrango. sumber ini, ketika matahari turunKe dalam jurang-jurangmuAku datang kembaliKe dalam ribaanmu, dalam sepimuDan dalam dinginmuWalaupun setiap orang berbicara tentang manfaat dan gunaAku bicara padamu tentang cinta dan keindahanDan aku terima kau dalam keberadaanmuSeperti kau terima dakuAku cinta padamu, Pangrango yang dingin dan sepiSungaimu adalah nyanyian keabadian tentang tiadaHutanmu adalah misteri segalaCintamu dan cintaku adalah kebisuan semestaMalam itu ketika dingin dan kebisuanMenyelimuti MandalawangiKau datang kembaliDan bicara padaku tentang kehampaan semuaāhidup adalah soal keberanian,Menghadapi yang tanda tanyaTanpa kita bisa mengerti, tanpa kita bisa menawarTerimalah, dan hadapilahāDan antara ransel-ransel kosongDan api unggun yang membaraAku terima itu semuaMelampaui batas-batas hutanmuAku cinta padamu PangrangoKarena aku cinta pada keberanian hidupDjakarta 19-7-1966Soe Hok GieYang perlu anda ketahui juga Sukabumi Murals Movement, Membuat Kota Sukabumi Lebih BerwarnaKomunitas Parkour Sukabumi - "Come Flow With Me"Ini Dia Photo-Photo Keindahan Selabintana SukabumiIni Dia Tempat-Tempat Yang Sering Dijadikan Tempat Orasi Di Kota SukabumiTaman Kota Lapang Merdeka SukabumiHastag Terkait Email redaksi sukabumikode
puisi soe hok gie mandalawangi